Pusat Kajian Sriwijaya UPGRIP Telusuri Jejak Marga Pegagan Ulu Suku 2 Ogan Ilir
Palembang – Humas UPGRIP
Pusat Kajian Sriwijaya Universitas PGRI Palembang bekerjasama dengan Mapasaba dan mahasiswa peminat sejarah dan budaya melakukan penelurusan jejak marga PUS 2 Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan. Kegiatan penelusuran jejak Marga PUS 2 Kabupaten Ogan Ilir ini merupakan kelanjutan kegiatan sebelumnya yang dilakukan di Ogan Komering Ulu Timur.
Ketua Pusat Kajian Sriwijaya UPGRIP Dr. Muhamad Idris, M.Pd mengatakan Marga merupakan sistem pemerintahan tradisional di Sumatera Selatan yang memiliki sejarah jauh ke belakang sejak masa Kerajaan Palembang dan Kesultanan Palembang Darussalam.
“Sistem pemerintahan tradisional ini menjadikan Marga adalah masyarakat adat yang terikat secara budaya dan berhak menjalankan sistem pemerintahan tersendiri sesuai hukum adat. Marga merupakan satu kesatuan teritorial dan genealogis (keturunan),” ujarnya.
Ia menambahkan, Pemerintahan Marga dipimpin oleh seorang “Pesirah” dan di dalam Marga terdiri atas berbagai dusun yang dipimpin oleh “Kerio”. Sistem Marga mulai melemah dengan adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa dan dibubarkan secara resmi melalui Surat Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 142/KPTS/III/1983 tentang Penghapusan Sistem Marga di Sumatera Selatan. Sebagai gantinya, Dusun diubah statusnya menjadi Desa dengan Kerio diangkat sebagai Kepala Desa.
Dr. Muhamad Idris, M.Pd. menjelaskan di Sumatera Selatan sampai tahun 1983 secara administratif pemerintahan tradisioanal dibagi menjadi 12 kawasan Kademangan dengan jumlah Marga sebanyak 172 Marga. Ke-12 Kademangan tersebut yaitu: Ogan Ulu; Komering Ulu; Muara Dua; Ogan Ilir; Komering Ilir; Musi Ilir; Palembang dan Banyuasin; Lematang Ilir; Lahat; Tebing Tinggi; Pagaralam; Lubuk Linggau. Komering Ilir merupakan wilayah yang berada di Hilir sungai Komering memiliki 14 Marga dalam kawasannya, yaitu sebagai berikut: 1) Bengkulah; 2) Danau; 3) Jajawi; 4) Kayu Agung; 5) Keman; 6) Mesuji; 7) Pampangan; 8) Pangkalanlampam; 9) Pegagan Ulu Suku 2; 10) Pegagan Ulu Suku 1; 11) Rambutan; 12) Sirah Pulau Padang; 13) Teloko; 14) Tulung Selapan. Belum banyak tulisan yang mengungkap dan mengangkat sejarah dan budaya marga.
Keterbatasan data tersebut disiasati oleh Pusat Kajian Sriwijaya dengan melakukan kegiatan penyelusuran jejak Marga di eks Marga Pegagan Ulu Suku 2 yang sekarang berada dalam kawasan administrasi Desa Kumbang Ilir Kabupaten Ogan Ilir.
Ia mengatakan bahwa kegiatan ini menggandeng Mapasaba mengajak mahasiswa Universitas PGRI Palembang dan anggota masyarakat pencinta sejarah. melakukan studi lapangan pendokumentasian jejak Marga Pegagan Ulu Suku 2 di desa Kumbang Ilir. Menurut ketua Mapasaba Richard Saputra Desa Kumbang Ilir kaya dengan informasi sejarah dan budaya. Desa Kumbang Ilir menyimpan rekam jejak masa lampau yang masih terpelihara dalam ingatan kolektif warganya seperti dalam sejarah lisan dan cerita lisan tentang pendirian marga Pegagan Ulu Suku 2 (PUS 2).
Dari sumber lisan Bapak Havisi (53 tahun) Kepala Urusan Tata Usaha dan Umum Desa PUS 2 didapat informasi wilayah dusun yang masuk dalam Marga ini yaitu: Kandis, Lubuk Rukam, Santapan, Kumbang Ilir, Kumbang Ulu, Muara Kumbang, Tanjung Alai, Pandaarang, Rantau Alai, Sirah Pulau, Talang Sari, Lebung Bandung, Sukamarga, Sanding Marga, Tanjung Mas, Kertabayang, Sukananti, Sungai Pinang. Richard Saputra juga menambahkan potensi budaya yang dimiliki kawasan ini seperti makam kuno, kebun buah yang berumur ratusan tahun, rumah kuno, cerita rakyat sungai Kumbang. Potensi ini apabila diangkat dapat menambah wisata sejarah dan agroforestry.
Kegiatan ini juga melakukan pendataan dan pendokumentasian sejarah dan budaya dengan mendata makam-makam kuno. Menurut Richard Saputra dan Deka Vahreza makam-makam kuno di desa Kumbang Ulu berasal dari abad 18 Masehi dilihat dari bentuk nisan dan bahan yang dipergunakan untuk membuat batu nisan.
“Temuan ini sejalan dengan hasil survei permukaan keramik dan tembikar. Temuan keramik-keramik Tiongkok dari abad 17 sampai 19 Masehi. Porselin Eropa dari abad 19 dan 20 Masehi menggambarkan bahwa wilayah ini telah dihuni secara berkelanjutan sampai sekarang,” urainya
Anggota tim pendokumentasian ini: Julianti, Ratna, Jimmy, Arghani, Ridwan melakukan kegiatan pengukuran dan pemotretan lapangan di desa Kumbang Ulu. Hasil pemotretan lapangan mendokumentasikan pola permukiman dan pola sebaran benda cagar budaya. Kawasan permukiman kuno telah dimanfaatkan oleh penduduk desa sebagai kawasan agroforestry buah duku dan durian, pemanfaatan lahan ini sudah berumur ratusan tahun. Sungai Kumbang sebagai urat nadi transportasi masyarakat sudah tidak berfungsi lagi. Penyempitan alur sungai juga terjadi ujar Richard Saputra, dan ia menyatakan perlunya upaya pelestarian dan pengedukasian masyarakat akan pentingnya pelestarian benda bernilai sejarah dan budaya di desa Kumbang Ulu. Kegiatan ini juga diikuti oleh: Aji, Dio, Jerry, Putra, Wisnu, Miko, Allendra, yang memiliki ketertarikan pada sejarah dan budaya.
Menurut Idris pola kemitraan perlu diteruskan agar kiprah dan karya pusat kajian secara pasti akan mendunia untuk menguatkan Palembang sebagai pusat Kedatuan Sriwijaya dan Universitas PGRI Palembang sebagai lembaga yang konsisten mendukung Universitas PGRI Palembang sebagai pusat kajian sejarah terkemuka,”pungkasnya